Tadi saya
baru saja membaca article menarik di "Today I Found out" yg
mengisahkan kisah seorang tentara jepang yg hidup di pedalaman hutan Filipina
tak sadar bahwa perang telah lama usai. Di bawah ini kisah selengkapnya (Text
telah saya terjemahkan Ke indoneia)
Hiroo Onoda adalah warga Negara jepang yg
dulunya bekerja di sebuah perusahaan perdagangan Cina. Saat ia berumur 20
tahun, ia terkena wajib militer dan kemudian di latih sebagai pengumpul intel
dan prajurit perang gerilya kerajaan Jepang. Pada tanggal 26 desember 1944
ia dan beberapa prajurit lainya di kirim
ke pedalaman pulau subang Filipina untuk menjalankan misi yg di beri oleh
Komandan nya, Mayor Taniguchi. Dalam misi nya ia dan prajurit lainya di
perintahkan untuk mengumpul kan data inteligen dan sebisanya menghancurkan
fasilitas tentara musuh yg ada di pulau tersebut. Mereka juga dilarang keras
untuk melakukan bunuh diri dan menyerah ke pihak lawan walau apapun yg terjadi.
Mereka sama halnya dengan prajurit jepang
lainnya mematuhi perintah yg di berikan dan melakukan perlawan secara gerilya
selama hidup di hutan. Banyak dari mereka yg terbunuh satu persatu oleh tentara sekutu.
Walaupun begitu banyak nya prajurit yg terbunuh, Onada dan tiga orang prajurit
lainya, Yuichi Akatsu, Siochi Shimada, dan Kinshichi Kozuka tetap dapat
bertahan hidup dan mereka terus melakukan perlawanan secara bergerilya sambil
berupaya mendapatkan asupan makanan yg cukup dengan memakan buah kelapa,
pisang, dan buah-buahan liar lain nya yg dapat di temukan di hutan.
Suatu hari di bulan oktober 1945, ketika
mereka sedang berburu makanan, mereka menemukan sebuah poster yg di jatuhkan
dari pesawat tentara sekutu yg menyatakan bahwa Jepang telah menyerah tanpa
syarat dan memerintahkan tentara jepang yg tersisa untuk segera turun ke kota
untuk proses karantina dan deportasi kembali ke jepang. Namun mereka tidak
percaya, karena ke patriotisian mereka sangat besar terhadap Jepang. Bagi mereka, Jepang tak mungkin sebegitu
mudahnya menyerah ke pada tentara sekutu, tak menyadari bahwa bom atom telah
meluluh lantahkan Hirosima dan Nagasaki.
Akibat tak kepercayaan mereka terhadap ke
aslian poster tersebut, mereka tetap menjalankan tugas mereka sebagai prajurit.
Mereka terus menyerang pos-pos penjagaan polisi dan tentara Filipina sehingga
membuat warga pribumi resah. Beberapa
petani yg berkebun di sekitar hutan
terbunuh dan banyak juga yg terluka parah karena di serang oleh kelompok Onada.
Hal ini membuat marah warga Filipina, hingga mereka kembali menjatuhkan ratusan
poster dari pesawat militer ke hutan, kali ini bukan hanya poster, namun juga
surat kabar, majalah, dan surat-surat prajurit jepang lainnya yg menyuruh
mereka untuk menyerah, namun apa mau dikata, ke taatan mereka terhadap perintah
yg mereka terima tak bergeming.
5 tahun kemudian, Akatsu, salah satu
prajurit tersebut memutuskan untuk menyerah. Ia menyerah tanpa memberi tahu
teman sesama prajurit lainnya. Ia di tahan oleh tentara Filipina dan kemudian
di kirim kembali ke Jepang. Nasib yg berbeda menimpa Shimada, 5 tahun setelah menyerahnya Akatsu,
Shimada tewas tertembak setelah terlibat baku tembak. Sekarang hanya tersisa
Onada dan Kozuka. Selama 17 tahun mereka hidup bersama di hutan, dan tetap
melakakukan misi yg sama. Namun di tahun 1972, Kozuka terbunuh dalam baku
tembak dengan Tentara Filipina yg sedang melakukan patrol di hutan. Tentara
Filipina terlihat heran dan garuk-garuk kepala, karena mereka tak bisa membayangkan
bahwa manusia bisa bertahan hidup di hutan selama 27 tahun di hutan hanya
dengan asupan makanan yg seadanya. Akibat baku tembak inilah, upaya lainnya di
lakukan untuk meyakinkan onada untuk menyerah. Pemerintah Jepang menurunkan tim
penyelamat mereka ke pulau subang mencoba untuk menemukan Onada dan
mengembalikan nya hidup-hidup ke Jepang. Namun, seberapa pun upaya yg mereka
lakukan, batang hidung onada tetap tak di ditemukan. Hingga di tahun 1974,
seorang backpacker asal jepang, Nario Suzuki, tak sengaja bertemu dengan onada
di tempat persembunyian ketika hiking. Nario mencoba untuk membujuk Onada untuk
kembali ke Jepang, namun onada masih berkeras kepala dan masih seratus persen
yakin bahwa Jepang belum menyerah. Nario kemudian kembali ke Jepang dengan
membawa berita bahwa Onada masih hidup. Ia lalu menemukan mantan atasan Onada,
Mayor Taniguchi, yg dulu memberinya
perintah untuk tidak menyerah. Ia kemudian di bawa ke subang dan memberi tahu
Onada bahwa Jepang telah kalah perang dan ia di perintahkan untuk meyerah kan
semua senjatanya ke pemerintah Filipina.
Ketika ia bertemu dengan Mayor Taniguchi,
Jutaan rasa bersalah merasuki dirinya. Karena selama 29 tahun hidup di
pedalaman subang, Ia telah membunuh setidaknya 30 orang pribumi dan menghancurkan
kebun mereka. Ia juga merasa marah terhadap dirinya, karena ia telah membiarkan
rasa curiga mengontrol gerak tubuhnya. Ia juga bertanya-tanya, mengapa ia hidup
sedangkan ke dua teman nya mati sia-sia.
Perjalanan Onada sebagai prajurit akhirnya
berakhir pada tanggal 10 maret 1975. Di hari itu, dengan seragam militer yg
telah di pakainya selama 29 tahun, ia menyerahkan pedang samurainya ke pada
presiden Filipina, Ferdinan Marcos. Onada di beri ampunnan atas pembunuhan yg
telah ia lakukan karena ia berpikir perang masih berlangsung selama masa
persembunyiannya. Ia akhirnya di kirim kembali ke jepang dan di sebut-sebut
sebagai Pahlawan. Pemerintah jepang membayar gaji onada selama 30 tahun yg
kemudian ia gunakan untuk membeli sebuah pertanian di Brazil. Ia meninggal dunia pada 16 Januari 2014 karena komplikasi Jantung.
Onoda Menyerahkan Pedang ke Presiden Filipina |
Proses Menyerahnya Onoda |
Kembali Ke Jepang |
Perjalanan hidup Onada ini mengajarkan
kita bahwa Kecintaan tanah air adalah hal yg sangat penting. Ia rela
menghabiskan 29 waktu hidupnya di hutan jauh dari orang-orang yg di cintainya
demi Negara.
Mungkin sobat menganggap Onada sebagai
orang bodoh yg menyia-nyiakan setengah umurnya hidup di hutan, tapi bila kita
ambil sisi positive nya, Onada adalah orang yg mesti kita jadikan contoh,
contoh bahwa kecintaan tanah air mesti kita pertahankan, walau apa pun yg
terjadi. Sama halnya dengan kecintaan kita terhadap agama kita masing-masing.
Bagaimana menurut sobat kepatriotisan
Pak Onada ? Tulis pendapat sobat di komen di bawah ini.
kisahnya sangat inspiratif.
ReplyDelete